JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan program reforma agraria dengan membagikan jutaan hektare lahan kepada petani. Program ini didorong salah satunya guna mentransformasi sektor pertanian di Indonesia.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tanah yang menjadi objek reforma agraria akan diserahkan untuk dikelola masyarakat dengan sistem klaster. Akan tetapi, pemerintah akan mengarahkan agar tanah tersebut digarap untuk menghasilkan produk hortikultura, bukan lagi padi.
“Karena, kalau produk hortikultura itu sudah pasti hasilnya lebih besar daripada menanam padi,” ucap Darmin dalam sebuah forum diskusi di Galeri Nasional, Ahad (26/3).
Lagi pula, Darmin meyakini, Indonesia sudah amat dekat dengan target swasembada beras. Sejak 2015 hingga awal 2016, menurutnya, impor beras Indonesia hanya 1,5 juta ton. Setelah itu, hingga kini tak ada impor beras lagi.
Menurut Darmin, lahan padi di Indonesia sebenarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional. Tetapi, yang masih kurang adalah infrastruktur pendukungnya berupa saluran irigasi dan bendungan.
Karenanya, untuk mempercepat pencapaian target swasembada beras, Darmin mengatakan, pemerintah masih harus bekerja keras membenahi irigasi dan bendungan serta mempertahankan areal persawahan yang sudah ada agar tak beralih fungsi menjadi properti.
Karena optimistis swasembada beras sudah di depan mata, maka pemerintah menyiapkan skema transformasi sektor pertanian lewat program reforma agraria. Jutaan hektare lahan baru yang akan dikelola masyarakat akan diarahkan untuk menghasilkan produk hortikultura. “Masyarakat bisa tanam cabai, bawang, atau buah macam-macam,” ujar Darmin.
Darmin menilai, transformasi ekonomi atau proses perubahan struktur ekonomi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir belum berjalan dengan baik.
“Selama 20 tahun transformasi perekonomian, sektor industri primer, yaitu pertanian dan pertambangan, lari ke sektor tersier yang merupakan jasa-jasa,” kata Darmin.
Pergeseran sektor primer ke tersier tersebut membuat industri di Indonesia menjadi didominasi jasa. Padahal, kata Darmin, ketika menjalankan transformasi ekonomi, seharusnya peranan sektor industri sekunder atau pengolahan meningkat secara proporsional.
Darmin menjelaskan, pada periode 1993-2016 sektor industri primer menurun dari 25,8 persen menjadi 23,2 persen, sektor sekunder juga turun dari 24,4 persen menjadi 22,3 persen, dan sektor tersier naik dari 49,8 persen menjadi 54,5 persen.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi pascakrisis Asia 1997-1998 dinilai mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka maupun jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Menteri Agraria dan Pertanahan Sofyan Djalil menambahkan, program reforma agraria seluas sembilan juta hektare akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, legalisasi aset seluas 4,5 juta hektare dan redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektare. Ia memaparkan, legalisasi aset termasuk di dalamnya melegalkan tanah transmigrasi seluas 600 ribu hektare yang belum bersertifikat.
Adapun tanah yang akan dilakukan redistribusi terdiri atas tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU), tanah telantar, serta tanah negara lainnya, seperti lahan timbul yang terbentuk di daerah pesisir. Selain itu, pelepasan hutan seluas 4,1 juta hektare.
Pada tahun ini Sofyan menargetkan, ada 1,75 juta hektare lahan yang dapat dilegalisasi.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tanah yang menjadi objek reforma agraria akan diserahkan untuk dikelola masyarakat dengan sistem klaster. Akan tetapi, pemerintah akan mengarahkan agar tanah tersebut digarap untuk menghasilkan produk hortikultura, bukan lagi padi.
“Karena, kalau produk hortikultura itu sudah pasti hasilnya lebih besar daripada menanam padi,” ucap Darmin dalam sebuah forum diskusi di Galeri Nasional, Ahad (26/3).
Lagi pula, Darmin meyakini, Indonesia sudah amat dekat dengan target swasembada beras. Sejak 2015 hingga awal 2016, menurutnya, impor beras Indonesia hanya 1,5 juta ton. Setelah itu, hingga kini tak ada impor beras lagi.
Menurut Darmin, lahan padi di Indonesia sebenarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional. Tetapi, yang masih kurang adalah infrastruktur pendukungnya berupa saluran irigasi dan bendungan.
Karenanya, untuk mempercepat pencapaian target swasembada beras, Darmin mengatakan, pemerintah masih harus bekerja keras membenahi irigasi dan bendungan serta mempertahankan areal persawahan yang sudah ada agar tak beralih fungsi menjadi properti.
Karena optimistis swasembada beras sudah di depan mata, maka pemerintah menyiapkan skema transformasi sektor pertanian lewat program reforma agraria. Jutaan hektare lahan baru yang akan dikelola masyarakat akan diarahkan untuk menghasilkan produk hortikultura. “Masyarakat bisa tanam cabai, bawang, atau buah macam-macam,” ujar Darmin.
Darmin menilai, transformasi ekonomi atau proses perubahan struktur ekonomi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir belum berjalan dengan baik.
“Selama 20 tahun transformasi perekonomian, sektor industri primer, yaitu pertanian dan pertambangan, lari ke sektor tersier yang merupakan jasa-jasa,” kata Darmin.
Pergeseran sektor primer ke tersier tersebut membuat industri di Indonesia menjadi didominasi jasa. Padahal, kata Darmin, ketika menjalankan transformasi ekonomi, seharusnya peranan sektor industri sekunder atau pengolahan meningkat secara proporsional.
Darmin menjelaskan, pada periode 1993-2016 sektor industri primer menurun dari 25,8 persen menjadi 23,2 persen, sektor sekunder juga turun dari 24,4 persen menjadi 22,3 persen, dan sektor tersier naik dari 49,8 persen menjadi 54,5 persen.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi pascakrisis Asia 1997-1998 dinilai mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka maupun jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Menteri Agraria dan Pertanahan Sofyan Djalil menambahkan, program reforma agraria seluas sembilan juta hektare akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, legalisasi aset seluas 4,5 juta hektare dan redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektare. Ia memaparkan, legalisasi aset termasuk di dalamnya melegalkan tanah transmigrasi seluas 600 ribu hektare yang belum bersertifikat.
Adapun tanah yang akan dilakukan redistribusi terdiri atas tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU), tanah telantar, serta tanah negara lainnya, seperti lahan timbul yang terbentuk di daerah pesisir. Selain itu, pelepasan hutan seluas 4,1 juta hektare.
Pada tahun ini Sofyan menargetkan, ada 1,75 juta hektare lahan yang dapat dilegalisasi.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9