Presiden Joko Widodo menekankan tanggungjawab aparat Badan Pertanahan Nasional dari tingkat pusat sampai daerah agar bisa memenuhi target 5 juta sertifikat tanah tahun ini. Target itu meningkat lebih dari dua kali lipat dari biasanya, sekitar 500.000-700.000 sertifikat tanah per tahun.
“Apabila target tidak tercapai, banyak yang harus bertanggungjawab. Mulai dari kepala BPN tingkat kabupaten/kota, kepala BPN tingkat provinsi, hingga menteri. Kerja harus dengan target, kalau tidak pakai target enak banget,” kata Jokowi, Sabtu (25/3/2017).
Reforma agraria, menurut dia, bukanlah sebatas persoalan administrasi atau penyelesaian sengketa agraria antara masyarakat dan perusahaan atau antara masyarakat dan pemerintah. “Tapi ini masalah keadilan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, manfaat lain yang dapat diperoleh dengan sertifikat kepemilikan tanah itu adalah dapat dijaminkan ke bank. Namun, sertifikat itu harus digunakan untuk hal-hal yang produktif, seperti untuk jaminan usaha dan modal kerja, jangan digunakan untuk membeli mobil atau sepeda motor. “Untuk menghasilkan pendapatan yang lebih banyak dan nantinya bisa diwariskan untuk anak cucu,” katanya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil mengatakan, permasalahan mendasar dalam proses sertifikat adalah adanya masyarakat yang memiliki tanah tetapi tidak memliki uang untuk membayar BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan). Solusinya, ada beberapa daerah yang membebaskan sama sekali BPHTB atau memberikan potongan hingga 70%.
Selain itu, dia mengajak perbankan agar membantu upaya sertifikasi tanah masyarakat. “Untuk menyertifikatkan 5 juta bidang tersebut butuh anggaran kurang lebih Rp 5 triliun. Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN meminta bantuan dari perbankan,” katanya.
Sofyan menyebutkan, sejauh ini jumlah tanah yang bersertifikat kurang lebih baru 45%. Dibutuhkan waktu 100 tahun untuk menyertifikatkan tanah di seluruh Indonesia. Dia memasang target, pada tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia sudah terdaftar.
Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah kini mengupayakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pendekatan yang dilakukan dalam PTSL ini adalah melalui desa per desa, kabupaten per kabupaten, serta kota per kota. “Mudah-mudahan tahun ini sudah ada kota/kabupaten yang dipetakan secara keseluruhan. Kalau bisa disertifikatkan,” kata Sofyan.
Prona
Sementara itu, bagi masyarakat miskin, pemerintah akan membiayai lewat program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria). Dalam Prona, Sofyan Djalil mengakui bahwa saat ini terkendala banyak Kepala Desa yang tidak mau mengikuti program tersebut. Kendala utamanya adalah adanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). “Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Desa untuk mencari solusi hal ini. Berapa yang harus dibayarkan dalam Prona ini,” ujarnya.
Dalam Prona, menurut dia, tidak semua hal dibiayai APBN. Salah satunya patok. Untuk penentuan batas tanah diperlukan paling sedikit empat patok. Secara teknis itu tidak bisa dibiayai pemerintah. “Karena bisa dibayangkan, 5 juta patok, 5 juta sertifikat, berarti paling sedikit dibutuhkan 20 juta patok. Sebenarnya patok itu tidak mahal,” kata dia.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9