Jakarta – Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) akan meresmikan pabrik pakan ikan dan udang pada September.
Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda mengatakan pabrik ini akan menunjang pertumbuhan industri perikanan di Tanah Air. “Pabrik tersebut berlokasi di Sukamandi Subang, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi sebesar 3.000 ton per tahun,” ujarnya akhir pekan lalu.
Risyanto menuturkan, pembangunan pabrik pakan ikan dan udang tersebut diperkirakan menelan investasi sebesar Rpl60 miliar. “Investasi pembangunan sepenuhnya di lakukan oleh kami (Perum Perindo) dan direncanakan pada Oktober 2018 sudah bisa menghasilkan produksi” jelasnya.
Sebagai informasi, pendapatan dari perusahaan pelat merah tersebut pada tahun lalu adalah sebesar Rp 602 miliar. Perum Perindo memproyeksi, total pendapatan yang bisa dihasilkan pada sepanjang tahun ini dapat mencapai Rp 1,36 triliun.
“Untuk besaran dividen masih kami hitung, untuk sementara nanti dulu,” kata Risyanto.
Perum Perindo juga tengah menggenjot produksi udang dari sejumlah lahan tambak yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Total, luas tambak yang dimiliki oleh perusahaan sektor maritim tersebut mencapai 80 hektare dengan kemampuan produksi sekitar 10 ton per hektare.
“Tambak kami setahun bisa panen dua kali dengan total produksi 1.600 ton. Yang menjadi produk unggulan tambak kami adalah udang vaname” terang Risyanto.
Dia menyebutkan, dengan harga rata-rata udang vaname saat ini sebesar Rp 80.000 per kilo, maka setahun nilai produksi tambak Perum Perindo dapat menyentuh angka Rp 128 miliar.
“Itu masih produksi dari tambak kami saja, belum nasional,” ujarnya.
Sebagian besar, hasil tambak Perum Perindo dikirim ke luar negeri guna memenuhi permintaan pasar ekspor.
Pada kesempatan terpisah, Kementerian Perindustrian mendukung kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengatur terkait pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ikan seperti cantrang. Langkah ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku sehingga target pertumbuhan industri pengolahan ikan nasional di atas 10% pada 2019 dapat tercapai.
“Memang kalau tidak dikendalikan, tidak ada kontrol, lama-lama akan menjadi destruktif,” kata Dirjen Industri Agro Kemenperin panggah Susanto, pekan lalu.
Menurutnya, penggunaan cantrang perlu diawasi agar ndak merusak biota laut dan sistem produksi ikan. Sebab, alat tangkap tersebut bisa mengambil hingga ke anak ikan. “Penggunaan cantrang yang semena-mena akan membuat overfishing (penangkapan ikan berlebihan),” jelasnya.
Untuk itu, lanjut panggah , diperlukan tata kelola perikanan yang baik untuk menjaga keberlangsungan investasi dan keberlanjutan produksi di sektor industrinya. “Saat ini yang terpenting adalah mengisi kebutuhan bahan baku untuk mengoptimalkan kapasitas terpasang yang sudah ada,” imbuhnya.
Kemenperin mencatat, rata-rata utilisasi industri pengolahan ikan masih berkisar 50%. Industri pengolahan ikan beku misalnya, dari kapasitas yang dimiliki sebesar 975.000 ton, terpakai untuk produksi sebesar 372.686 ton pada 2016. Sementara itu, produksi industri udang beku tercatat sekitar 314.789 ton pada 2016 dari kapasitas terpasang 500.500 ton.
Saat ini, kelompok bidang usaha industri pengolahan ikan di dalam negeri terdiri dari 674 perusahaan pengolahan udang dan ikan lainnya yang menyerap tenaga kerja sebanyak 337.000 orang. Selanjutnya, terdapat 44 perusahaan pengalengan ikan yang menyerap 26.400 tenaga kerja.
“Untuk kelompok industri pengolahan ikan, kami ingin setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Paling tidak ada growth terus di atas 10% hingga 2019,” kata panggah .
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9