JAKARTA – Menanggapi polemik pengadaan senjata, termasuk yang ‘terdampar’ di kargo Bandara Soekarno Hatta (Soetta), DPR RI segera melakukan pembahasan pekan depan. Ini dikemas dalam rapat kerja bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Pol Budi Gunawan.
“DPR akan segera menggelar rapat bersama untuk membicarakan persoalan pengadaan senjata api militer dan nonmiliter pekan depan,” ungkap Fadli Zon, wakil ketua DPR RI kepada wartawan usai upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta, Minggu (1/10).
Pertemuan itu, sambung politisi Partai Gerindra tersebut, dikemas dalam rapat kerja antara Komisi I DPR RI dan mitra-mitra kerjanya. Pembicaraan dilakukan untuk mencegah timbulnya komunikasi dan pemahaman yang salah ihwal peng-‘ adaan senjata “Ini supaya ada klarifikasi yang jelas terkait masalah itu, karena kalau tidak ini akan terus simpang siur,” tandas Fadli.
Di lokasi sama. Anggota Komisi I DPR RT Bobby Rizaldy menambahkan, dalam rapat bersama itu akan dibahas pencegahan kepemilikan senjata api oleh institusi yang tak memiliki wewenang. Izin impor senjata api harus dikeluarkan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) terhadap seluruh instansi yang berhak. Fakta tersebut pun telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7/2010 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senpi di luar Kemenhan dan TNI.
“Akan kami mintakan informasi terkait pengadaan APBN 2017, karena DPR sesuai keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) tidak lagi memiliki kewenangan membahas detil sampai Satuan Tiga di mata anggaran,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Sementara, Anggota Komisi I DPR RI lainnya, Charles Honoris mengaku justru heran dengan kejadian tertahannya ratusan senjata milik Polri di Bandara Soekarno Hatta. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, hal itu seharusnya tidak terjadi, karena impor senjata jenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter tersebut bukan kali pertama.
“Memang kita menyayangkan terjadi kegaduhan karena urusan ini ya. Impor senjata itu bukan suatu keanehan. Sudah berkali-kali dari 2015 dan 2016. Kenapa 2017 ini dapat kesulitan dari Bais TNI (Badan Intelijen Strategis)?” tandasnya.
Menurut Charles, harus ada perbaikan ke depan dalam hal pengadaan dan pengawasan oleh Kemenhan. Jangan sampai senjata yang diimpor Polri, justru ditahan pihak TNI yang notabene sama-sama aparat keamanan. “Perlu ada perbaikan dalam hal pengawasan dan pengadaan, baik senjata com-batan dan non combatan. Sekarang kan melalui Kemenhan, harus diperbaiki lagi,” ujarnya
Terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi johan budi Sapto Prabowo mengatakan, impor senjata api sebanyak 280 pucuk jenis SAGL untuk Polri tidak usah dipersoalkan. Ini karena tata cara impor senjata tersebut sudah sesuai prosedur dan bukan kali pertama dilakukan Polri.
“Sesuai yang telah dijelaskan Kadiv Humas Polri (Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Red) bahwa itu semua sudah sesuai prosedur. Saya kira tidak perlu dipersoalkan lagi,” tandasnya saat dihubungi, Minggu (1/10).
Johan mengaku tidak tahu alasan pembelian senjata api oleh ‘ Polri. Namun, dia hanya mengacu kepada pernyataan Irjen Setyo Wasisto, di mana hal itu sudah biasa dilakukan. “Apakah dalam rangka memenuhi kebutuhan persenjataan atau sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Saya tidak bisa berkomentar,” pungkasnya.
Lantas mengapa senjata tersebut ditahan Bais TNI? Johan menyatakan kalau itu wewenang mereka. “Silakan tanyakan Polri dan Bais TNI. Intinya, dari sisi prosedur, ini bukan kali pertama dilakukan,” kilah mantan Juru Bicara KPK itu.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9