Jakarta – Potensi penyelewengan dana desa oleh aparat di daerah masih tinggi. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi eko putro Sandjojo bahkan menyebut ada tiga daerah yang potensi korupsinya tinggi, yakni Sumatera Utara, Madura (JawaTimur), dan Papua.
Kondisi ini menuntut pengawasan yang lebih ekstra oleh aparat penegak hukum. Apalagi, dana desa yang akan disalurkan pemerintah pusat pada 2018 tergolong besar, yakni Rp 60 triliun. Jumlah ini sama dengan alokasi pada 2017. Satu di antara pertimbangan pemerintah tidak menaikkan dana desa tahun depan yakni karena perlu ada perbaikan dalam sistem pengelolaannya.
Menurut Eko, penyelewengan dana desa yang dilakukan selama ini berupa penggelembungan anggaran proyek dan pemotongan dana dari kabupaten. Korupsi dana desa terjadi bukan karena sistem yangsalah, melainkan penegakan hukum yang perlu lebih tegas agar menimbulkan efek jera.
“Penyelewengan itu mau kita biarkan atau kita tangani? Saya yakin kalau setiap penyelewengan ditangani, seharusnya ruang untuk melakukan penyelewengan itu bisa ditekan,” ujar dia di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, kemarin.
Dia berjanji satgas akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat, termasuk di daerah yangaling rawan korupsi. “Daerah mana saja yang (potensi penyelewengan) laporannya cukup besar, yakni beberapa kabupaten di Sumatera Utara, Madura, dan di Papua pegunungan,” tandas dia.
Hingga Juni 2017 dana desa yang sudah tersalurkan sebanyak Rp34 triliun dari total Rp60 triliun. Dana desa terus meningkat setiap tahun. Saat pertama dianggarkan pada 2015, dana desa mencapai Rp20,76 triliun, lalu meningkat pada 2016 dan 2017 masing-masing Rp 46,98 triliun da nRp 60triliun.
Di tempat terpisah, Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Taufik Majid menyebut tidak ada kenaikan dana desa pada APBN 2018. “Kami dengar Kemenkeu merilis dana desa 2018 tetap Rp 60 triliun,”ujar dia seusai diskusi Polemik SINDO Trijaya FM bertajuk “Dana Desa untuk Siapa?” di Jakarta kemarin.
Namun.Taufikmemintaagar informasi soal total anggaran dana desa tahun depan itu diklarifikasi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena informasi yang diperolehnya tidak resmi. “Walaupun harapan kami tahun 2018 itu bisa jadi Rp 120 triliun atau Rp 80 triliu kalau kita bicara roadmap” kata Taufik.
Menurut Taufik, adabebera-pa alasan alokasi dana desa tidak naik, yakni pertama pemerintah ingin menjaga stabilitas fiskal. Kedua, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dana desa yang telah keluar. “Kita memperkuat kelembagaan, aparat, pendampingan dana desa. Alasan yang sangat normatif agar menjaga dana ini maksimal,” jelas dia.
Satu di antara masalah yang diduga memicu muncul banyak persoalan dalam pengelolaan dana desa adalah tumpang tindih kewenangan dari instansi yang berwenang. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah segera mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. Lembaga yang tergabung di dalamnya meliputi Kementerian Dalam Negeri, Kemendes PDTT, Kemenkeu, dan Bappenas. “SKB antara lain mengatur mana yang harus jadi kewenangan masing-masing lembaga,” kata Taufik.
Anggota Komisi II DPRMar-dani Ali Sera menilai, pengelolaan dana desa yang melibatkan tiga kementerian dinilai tidak efektif sehingga kerap membingungkan perangkat desa, baik dalam memahami regulasi maupun implementasinya. Dia mengusulkan pemusatan pengelolaan dana desa di satu kementerian saja yakni Kemendes PDTT. “Saya setuju selesaikan dulu persoalan pembangunan institusi (Kemendes PDTT) dari induknya Kemendagri dengan memisahkan kekuasaan,” kata Mardani pada diskusi yang sama.
Untuk itu, dia menilai Presiden Joko Widodo bisa segera menentukan satu kementerian yang akan ditunjuk sebagai penanggungjawab.
Bendahara Umum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Abdul Hadi juga berharap tumpang tindih tersebut dihilangkan. “Harapannya, Kemendagrilegawamelepaskan ini agar urusan desa cepat enak,” kata Hadi di kesempatan sama.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng juga menyebut pengelolaan dana desa baiknya disatukan. Dia meminta konstraksi selama ini bahwa pemerintahan daerah menjadi urusan Ke-mendagri dan desa urusan Kemendes agar disatukan. Ketika dua urusan itu dipecah-pecah, kata dia, akibatnya sangat banyak regulasi yang diterbitkan. “Saat ini ada 19 peraturan Kemendagri, 12 peraturan Kemendes, dan dua peraturan Kemenkeu yang satu sama lain tidak seimbang,” kata Robert.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9