Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes), Nila Moeloek, memastikan penanganan kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, berjalan sesuai kebutuhan. Penanganan dilakukan secara kolaboratif bersama kementerian serta lembaga terkait lainnya.
Menkes mengatakan, pihaknya membuat program dengan durasi setiap sepuluh hari untuk penanganan gizi buruk dan campak yang menimpa penduduk Papua, khususnya di Asmat. Sepuluh hari pertama sudah selesai dilakukan, dan akan berlanjut ke tahap berikutnya hingga selama tiga bulan.
“Kami kerja sama dengan TNI, polisi, Kementerian Sosial (Kemsos) secara terpadu,” kata Menkes, dalam keterangan resminya, Senin (29/1).
Menkes sendiri telah meninjau langsung kondisi pasien di Kabupaten Asmat, Kamis (25/1) lalu. Ia berkunjung ke RSUD Agats dalam rangka penguatan manajemen rumah sakit didampingi beberapa pejabat eselon I Kemkes. Menkes mengatakan, sistem kewaspadaan dini dan respon cepat harus diambil oleh tim di daerah. Menkes juga menyampaikan berbagai sarana yang disiapkan oleh pemerintah pusat sebagai bentuk kolaborasi penanganan permasalahan kesehatan.
Sejak bulan September 2017 hingga 28 Januari 2018, tim kesehatan terpadu telah memeriksa 12.841 anak di 23 distrik di Kabupaten Asmat. Seluruhnya mendapat pelayanan kesehatan optimal. Dari pemeriksaan tersebut ditemukan 646 anak terkena campak, 218 anak berstatus gizi buruk, dan 11 anak mengalami campak dan gizi buruk bersamaan. Selain itu, ditemukan 25 anak yang dirawat karena diduga memiliki gejala (suspek) campak. Evakuasi pasien dari distrik dilakukan oleh tim kesehatan terpadu untuk mendapat perawatan intensif di RSUD Agats maupun di Aula GPI Agats.
71 Meninggal
Data Posko Induk Penanggulangan KLB Asmat di Asmat mencatat hingga 28 Januari 2018 kemarin, jumlah korban meninggal mencapai 71 jiwa. Sebanyak 66 di antaranya meninggal karena campak dan 5 lainnya akibat gizi buruk.
Secara rinci dilaporkan 37 anak meninggal akibat campak di distrik Pulau Tiga, 8 di distrik Aswi, 4 di distrik Akat. Sedangkan 1 anak meninggal akibat gizi buruk dan 14 campak di Distrik Fayit, 4 anak karena gizi buruk dan 3 akibat campak dilaporkan dari RSUD Agats.
Pada 16 Januari 2018, Kemkes telah mengirimkan tim Flying Health Care (FHC) gelombang pertama sebanyak 39 tenaga kesehatan, yang terdiri dari 11 orang dokter spesialis, 4 orang dokter umum, 3 perawat, 2 penata anestesi dan 19 tenaga kesehatan yang terdiri dari ahli gizi, kesehatan lingkungan dan surveilens. Pada 26 Januari lalu, Kemkes menerjunkan FHC gelombang kedua, yakni 36 tenaga kesehatan yang akan bertugas hingga awal Februari mendatang. Mereka terdiri dari 11 dokter spesialis, 4 dokter umum, dan 21 tenaga kesehatan lainnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemkes, Oscar Primadi, mengatakan, secara keseluruhan dipersiapkan sembilan gelombang FHC yang bertugas selama kurang lebih tiga bulan di Asmat. Tim ini bergantian secara berkala untuk menjaga stamina.
Selain itu, sebanyak 1,2 ton obat telah didistribusikan untuk pengendalian KLB gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat. Kemkes sendiri mengirimkan 142,2 kg obat pada Selasa (16/1). Pengiriman dilakukan bersamaan dengan keberangkatan FHC gelombang pertama untuk memenuhi pelayanan dan kebutuhan obat bagi penderita gizi buruk dan campak.
Obat dikirim melalui Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, menuju Agats, Kabupaten Asmat, kemudian didistribusikan ke Distrik Sawa Erma, Kolof Brasa, dan Pulau Tiga pada Kamis (18/1) menggunakan speed boat. Obat-obat tersebut di antaranya berupa amoksisilin, salep anti bakteri, parasetamol, infusion, vitamin, dan obat-obat lainnya yang dikemas dalam bentuk tablet, kapsul, botol, dan boks.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9