Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menegaskan mayoritas kepemilikan holding badan usaha milik desa (BUM-Des) seharusnya ada di pemerintah. Hal itu bertujuan menghindari moral hazard dalam penatalaksanaan lembaga yang merupakan amanat dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa itu.
“Kita bentuk suatu holding BUM-Des yang dikelola secara korporasi, tadinya mau yang mengelola empat bank Himbara, tapi tidak memungkinkan secara regulasi. Jadi pengelolanya diputuskan adalah Bulog (Badan Urusan Logistik). Nanti kita bikin di tiap desa PT BUM-Des, kepemilikannya nanti oleh negara 50%, mayoritas,” ucap Eko dalam diskusi Pemerataan Kesejahteraan Ekonomi Desa di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, kemarin.
Eko mendasarkan pandangannya pada fakta bahwa saat ini banyak desa masih membutuhkan bimbingan dan arahan dari pemerintah untuk dapat menjalankan bisnis yang dimodali dana desa . Pemerintah sebagai pemodal juga berperan sebagai katalis agar desa-desa semakin giat membentuk BUM-Des berdasarkan musyawarah masyarakat.
Pada saat ini tidak semua BUM-Des dapat menghasilkan keuntungan. Terbukti dari 18 ribu yang kini terdaftar, hanya 300 saja yang diketahui mampu mencetak keuntungan melampaui Rp 100 juta per tahun. Itu pula yang mendasari pemerintah berinisiatif membuat holding BUM-Des sehingga budaya korporasi yang baik bisa ditularkan dari satu BUM-Des ke lainnya.
Namun, pandangan ini tidak sejalan dengan pendapat anggota DPR RI Budiman Sudjatmiko. Menurutnya, penekanan UU Desa ialah partisipasi masyarakat yang sifatnya bottom-up, yakni berasal dari masyarakat sendiri. BUM-Des, menurut UU Desa, bisa dibiayai dana desa . Dana yang disalurkan kepada BUM-Des sudah tidak bisa diaudit auditor negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tetapi harus diaudit akuntan publik selayaknya badan usaha.
“Ini artinya BUM-Des ini milik desa. Pemerintah boleh mempunyai saham di sana, korporasi pun silakan saja, tetapi tidak boleh mayoritas. Desa harus punya lebih dari 50% walaupun lebihnya hanya 0,01%, supaya tidak deadlock.”
Jika menilai masyarakat desa saat ini kurang berkapasitas mengelola BUM-Des, Budiman mengusulkan agar meminta profesional untuk duduk di posisi manajerial, dengan tetap mempertahankan kepemilikan desa sebagai mayoritas. Namun, menyerahkan pengelolaan pada negara bukanlah langkah yang tepat.
Beri pelatihan
Agar BUM-Des bertambah maju, Kementerian Desa pada 2016 telah memberikan pelatihan kepada 1.000 pendamping desa. Namun, karena jumlah desa yang mencapai 74.910, permasalahan SDM di desa itu baru terselesaikan 30 tahun kemudian.
“Makanya kami membentuk perusahaan induk dari BUM-Des untuk membantu pengelolaan BUM-Des,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Desa dan Perum Bulog membentuk perusahaan Mitra BUM-Des yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa.
“Jadi nanti, subsidi tidak lagi di pasar, tetapi langsung kepada petani melalui kartu sehingga tepat sasaran.”
Dia mengatakan PT Mitra BUM-Des Nusantara dibentuk sebagai holding untuk mengoordinasi BUM-Des di desa-desa dengan kepemilikan saham 51%. Sementara itu, sisanya dimiliki BUM-Des.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9