Polemik soaldana haji untuk infrastruktur bakal menemui titik terang. Kementerian Agama tancap gas menyiapkan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pengelolaan dana haji.
Menteri Agama lukman hakim Saifuddin mengungkapkan PP itu masih dikaji secara saksama. Ia menjelaskan PP akan mematangkan rambu atau pagar tentang kewenangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Di PP ini prinsipnya harus ada titik moderasi, jangan sampai BPKH terlalu dipasung dan tidak elok kalau diberikan keleluasaan tanpa batas. Semoga PP-nya tidak terlalu lama dan kita akan kebut,” kata Lukman seusai diskusi bertema Manfaat investasi dana haji untuk umat, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, menegaskan seharusnya pemerintah menyiapkan PP yang merupakan turunan dari UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Pasal 48 ayat ke-3 UU itu berbunyi Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan/atau investasi keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah.
“Hal ini amanat dari UU Nomor 34. Pemerintah lebih baik fokus menyusun PP yang diamanatkan itu daripada mengumbar wacana yang tidak jelas standar hukumnya,” kata Khatibul (Media Indonesia, 31/7).
Menurut Menag, pada enam bulan mendatang, sejak dilantik Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2017, BPKH akan mendapat mandat secara penuh dari Kemenag untuk mengelola keuangan haji, baik untuk investasi penyelenggaraan ibadah haji maupun bidang infrastruktur. “Prinsipnya harus mengikuti UU No 34/2014, yakni sesuai syariah, kehati-hatian, aman, likuiditasnya baik, dan nilai manfaat itu harus kembali ke jemaah haji atau umat yang lebih luas,” jelas Lukman.
Minim risiko
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bapenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pengelolaan dana haji untuk infrastruktur sangat tepat karena minim risiko, juga mempunyai keuntungan yang tinggi.
Selama ini, kata Bambang, pengelolaan dana haji hanya dilakukan dengan menginvestasikan melalui surat berharga syariah negara (SBSN), sukuk, dan surat berharga lainnya sehingga manfaatnya tidak bisa dirasakan dengan jelas.
Hal itu berbeda dengan yang dilakukan pemerintah Malaysia yang membentuk Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM) sejak 1963, yang berinvestasi di proyek-proyek yang menguntungkan.
Hingga saat ini, aset bersih dari LTHM mencapai 59,5 miliar ringgit Malaysia atau sekitar Rpl80 triliun. Berkat hasil pengelolaan dana haji itu, jemaah haji asal Malaysia hanya membayar separuh dari biaya haji yang dibebankan.
“Itu yang kami harapkan terjadi di Indonesia,” kata Bambang.
Ketua Dewan Pengawas BPKH Yuslam Fauzi dan perwakilan MUI, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asroun Niam Saleh, tidak mempersoalkan dana haji untuk infrastruktur. Yuslam optimistis pada 10 tahun mendatang BPKH akan menyamai kemajuan LTHM.
Menurut Menag, dana haji yang terkumpul hingga per 30 Juni 2017 mencapai Rp99,4 triliun, yang terdiri atas nilai manfaat Rp96,20 triliun dan dana abadi umat (DAU) Rp3,05 triliun.
Dana itu, lanjut Menag, saat ini tersimpan dalam bentuk SBSN atau sukuk negara yang dikenal dengan sukuk dana haji Indonesia.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9