Jakarta – Salah satu titik lemah pengembangan ekonomi desa adalah minimnya ketersediaan sarana prasarana setelah panen. Karena itu, pemerintah mendorong investasi pada proses produksi dan pasca produksi untuk meningkatkan penerimaan di sektor pertanian.
Sektor ini menjadi gantungan hidup 82,7 persen penduduk desa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir, dalam diskusi bertajuk “Pemerataan Kesejahteraan Ekonomi Desa” di Jakarta, Minggu (9/4), menuturkan, harga gabah sering kali turun karena ketiadaan mesin pengering dan tempat penyimpanan yang layak. Problem serupa terjadi pada komoditas lain sehingga keuntungan petani tak optimal.
Pemerintah desa bisa mengalokasikan dana desa untuk investasi pengelolaan setelah panen. Selain meningkatkan nilai produk, cara ini menambah keuntungan petani, kelompok tani, atau badan usaha milik desa.
Menteri Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sanjoyo menambahkan, penanganan pasca panen menjadi salah satu problem pertanian yang terjadi di banyak desa. “Selama ini, investasi di sektor ini kurang karena skala produksinya kecil,” ujar Eko.
Data Kementerian Desa menunjukkan, 20.034 desa punya potensi perkebunan, 61.821 desa punya potensi pertanian, 12.827 desa punya potensi perikanan, 64.587 desa punya potensi energi baru terbarukan, dan 1.902 desa punya potensi menjadi desa wisata Menurut Eko, selain pengembangan produk unggulan, dana desa tahun ini diprioritaskan untuk pengembangan badan usaha milik desa, pembangunan embung, dan pembangunan sarana prasarana olahraga.
Eko mencontohkan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, yang berupaya meningkatkan luas panen jagungnya hingga 200.000 hektar. Selain memiliki potensi lahan untuk tanam, wilayah ini dekat dengan pabrik pakan ternak skala besar yang selama ini mengimpor kebutuhan jagungnya dari luar negeri.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan Rp 60 triliun untuk dana desa , naik dari alokasi tahun lalu Rp 46,9 triliun. Pemerintah desa diminta mengalokasikan Rp 200 juta hingga Rp 500 juta untuk membangun embung sehingga dapat meningkatkan indeks pertanaman di lahan-lahan tadah hujan.
Internet dan listrik
Anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko, berpendapat, pengelolaan dana desa harus dibarengi dengan penyediaan teknologi, yakni internet dan listrik murah serta teknologi pertanian. “Harapannya, alokasi dana yang tahun ini rata-rata mencapai Rp 800,4 juta per desa bisa dinikmati masyarakat,” ujar Budiman.
Menurut Budiman, dana desa adalah bahan bakar yang menggerakkan badan usaha milik desa, mesin pertumbuhan ekonomi desa. Adapun, pemerintah bertugas memeratakannya. Pemanfaatan teknologi informasi juga sangat dibutuhkan untuk kolaborasi antardaerah dan menjangkau pasar global.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdur Rozaki, mengingatkan pemerintah agar memastikan bahwa aset dan pertumbuhan desa harus dikendalikan kekuatan ekonomi desa. Badan usaha milik desa pun semestinya berorientasi pada kesejahteraan warga.
Menurut Abdur Rozaki, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah membawa perubahan positif di desa Setidaknya hal itu terlihat membaiknya pelayanan di tingkat desa, iklim demokrasi yang lebih baik-khususnya pada proses pemilihan kepala desa-serta suasana ekonomi baru melalui badan usaha milik desa.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9