Jakarta – PT Bio Farma (Persero) menargetkan pendapatan tahun ini bertumbuh sekurangnya 10% menjadi Rp 3,3 triliun, seiring dengan rencana peningkatan kapasitas produksi meski ekspor vaksin difteri akan ditunda.
Pit. Direktur Utama Bio Farma juliman mengatakan tahun lalu produksi vaksin perusahaan mencapai 2 miliar dosis dengan estimasi pendapatan sebelum audit Rp3 triliun, pada tahun ini diharapkan pertumbuhan pendapatan sekurangnya 10%.
“Dengan estimasi pendapatan ini, perusahaan mengharapkan laba minimal sama dengan capaian pada tahun lalu yakni sekitar 17% dari pendapatan,” ujar juliman di Jakarta, Jumat (12/1).
Juliman mengatakan Bio Farma berencana mengembangkan fasilitas baru untuk menopang peningkatan produksi.
Saat ini produk vaksin Bio Farma telah menjangkau 136 negara di dunia. Perusahaan juga melayani kebutuhan vaksin di 50 negara yang tergabung dalam negara peserta Organisasi Konfrensi Islam (OKI).
Namun, pada tahun ini perusahaan akan menunda ekspor vaksin difteri, karena adanya kebutuhan di dalam negeri yang melonjak seiring pernyataan kejadian luar biasa (KLB) yang ditetapkan pemerintah.
“Semula kami sudah rencanakan untuk diekspor [tapi| kami stop dulu. Kami minta jadwal ulang, yang penting bereskan dulu KLB ini,” ujar dia.
Bio Farma merupakan satu-satunya produsen vaksin di Indonesia, seperti vaksin difteri, polio dan campak, dengan total produksi sekitar 2 miliar dosis untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor.
Perusahaan ini juga menerapkan standar kualitas tinggi. Di samping itu, harus lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan, produk vaksin Biofarma sudah mendapatkan pengakuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Khusus untuk vaksin difteri, “Kami akan memproduksi 19 juta dosis tahun ini. Biasanya 15 juta dosis. Kami yakin ini cukup dan kami harapkan tidak perlu impor,” katanya.
Saat ini Bio Farma terus memperkuat tim penelitiannya agar vaksin yang sangat dibutuhkan dapat diproduksi di dalam negeri. Pada tahun ini, diharapkan vaksin yang sebelumnya diimpor dapat diproduksi di dalam negeri.
Dia mengatakan biaya penelitian yang dialokasikan mencapai puluhan miliar sampai ratusan miliar rupiah setiap tahun, jumlahnya sangat relatif dengan seberapa besar kemajuannya untuk mengikuti perkembangan dunia.
“Contoh jika polio dinyatakan habis oleh pemerintah maka kami tidak akan memproduksi polio lagi. Maka kami akan hadirkan produk lain sesuai kebutuhan dunia,” katanya.
Dia menyatakan Bio Farman menargetkan ADS (anti difteri serum) dapat diluncurkan pada akhir 2018 atau paling lambat awal tahun depan.
Selain itu, pihaknya menargetkan vaksin untuk penyakit tifoid dapat diluncur-. kan paling lambat pada 2020. Biofama juga tengah mengembangkan bebagai antiracun yang juga diharapkan segera masuk ke pasar.
PROGRAM NASIONAL
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengharapkan Biofarma terus menjaga produksinya agar program Outbreak Response Immunisastion (ORI), dan Program Imunisasi Nasional yang sedang dijalankan pemerintah kesediaannya dapat terjamin.
Selain itu, Nila mengingatkan, perusahaan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat menggunakan vaksin. Keinginan ini mengingat maraknya gerakan antivaksin di tengah masyarakat yang dapat mengancam keselamatan masyarakat lainnya karena para penolak vaksin dapat menjadi inang pembawa yang sewaktu-waktu dapat menjadi sumber wabah.
“Kalau Menteri Susi [Menteri KElautan Susi Pudjiastuu] boleh menenggelamkan kapal maka saya sebagai dokter juga boleh menyuntik vaksin,” katanya.
Pemerintah Indonesia tengah melaksanakan imunisasi ulang atau “Outbreak Response Immunization” (ORI) terkait kejadian luar biasa (KLB) difteri di 85 kabupaten-kota pada 11 provinsi Indonesia.
Pemerintah memastikan ketersediaan vaksin difteri yang diproduksi oleh Bio Farma mencukupi untuk pelaksanaan ORI maupun imunisasi rutin.
Selain itu pemerintah memastikan ketersediaan antidifteri serum (ADS) untuk pengobatan pada pasien yang positif terjangkit difteri cukup untuk 2018.
Menjadi yang terupdate, dengan berlangganan setiap postingan artikel terbaru Forum Merdeka
Barat 9